BISA KAH PENDEKATAN RELIGIUS MENCEGAH RABIES? DOSEN STIKES ELISABETH GAGAS MODEL BARU DI NANGARASONG

Maumere, Berita STIKES ST. ELISABETH – Tim dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) St. Elisabeth Maumere melakukan edukasi pencegahan rabies terhadap perubahan perilaku Dog keeping society di Nangarasong pada .Jumad (12/09/2025). Edukasi ini difasilitasi oleh Ketua STIKES Maria Kornelia Ringgi Kuwa, Ketua Penelitian RD. Marianus Oktavianus Waga, dan Dosen STIKES Maria Sofia Anita Aga .

Para dosen diterima oleh PJ Kolisia, Vinsensius Kustance dan Ketua BPD, Kolisia, Yohanes Dedu. Dalam sambutannya Ketua BPD Kolisia, Yohanes Dedu menjelaskan harapan bahwa edukasi yang akan dibawakan oleh Tim Dosen dapat memberikan wawasan baru bagi pemerintah dan masyarakat dalam mencegah rabies.

https://stikes-kum.ac.id/bisa-kah-pendekatan-religius-mencegah-rabies-dosen-stikes-elisabeth-gagas-model-baru-di-nangarasong/

“Tim pencegahan rabies telah dibentuk di tingkat desa, namun eliminasi anjing belum ada keputusan. Anjing dianggap ternak kesayangan, sehingga perlu dipikirkan bersama. Karena itu kehadiran pada dosen STIKES dapat memberikan input bagi pemerintah dan desa,” katanya.

Salah satu input disampaikan oleh Ketua STIKES St. Elisabeth Maumere, Maria Kornelia Ringgi Kuwa.  Dalam materinya, ia menekankan bahwa rabies harus dipandang sebagai ancaman serius dan mengingatkan bahwa gigitan anjing paling sering menimpa anak-anak di bagian wajah.

“Apabila dulu masa inkubasi rabies relatif lama, kini berlangsung lebih cepat. Karena itu, pertolongan pertama pada gigitan anjing adalah segera membersihkan luka dengan air mengalir. Apalagi di daerah endemis, setiap gigitan harus dicurigai rabies. Karena itu, solusi pencegahan meliputi vaksinasi, mengikat anjing, dan membatasi jumlah peliharaan, ” ujar Maria Kornelia Ringgi Kuwa.

Sementara itu, Ketua Penelitian, RD. Marianus Oktavianus Waga menambahkan dimensi moral dan spiritual dalam pencegahan rabies. Menurutnya, pencegahan tidak bisa hanya dilihat dari aspek medis, melainkan juga menyangkut tanggung jawab manusia terhadap ciptaan lain.

“Manusia diciptakan pada hari terakhir sebagai puncak, tetapi tanpa ciptaan lain manusia tidak bisa menjadi puncak. Selama ini pendekatan hanya berfokus menyelamatkan manusia, namun kita sering lupa tanggung jawab moral terhadap hewan dan tumbuhan yang menopang kehidupan kita di masa mendatang,” ujar Romo Marton, sapaan akrabnya.

Ia menegaskan dua tuntutan utama yakni pertama, menghargai ciptaan dengan memberi makan dan menjaga anjing agar tidak berkeliaran serta eliminasi selektif dalam pencegahan rabies.

“Kalau anjing tidak diberi makan, ia akan mencari makan di tempat lain dan bisa bertemu anjing lain yang berpotensi rabies. Karena itu memelihara anjing berarti menjaga kehidupan. Selain itu, diperlukan eliminasi selektif. Jika ada anjing menunjukkan gejala rabies, maka harus dieliminasi. Tetapi hal itu mesti dilakukan dengan kesepakatan komunitas, supaya tidak menimbulkan keributan. Karena itu, pencegahan rabies adalah tugas kolaboratif, bukan perorangan,” ujarnya rohaniwan katolik yang pernah menyelesaikan licentiatnya di Roma, Italia.

Hal ini juga diafirmasi oleh  PJ Kolisia Vinsensius Kustance, yang menegaskan bahwa rabies masih relevan untuk diwaspadai. “Kita lihat dari berbagai aspek supaya rabies hilang dari desa Kolisia,” katanya.

Bahkan, salah satu peserta, Ria Mangkung, mengaku mendapat wawasan baru dari kegiatan ini. “Saya jadi lebih sadar memperhatikan anjing peliharaan, memberi makan, dan menjaga agar tidak terkena rabies,” ujarnya.

Edukasi  ini merupakan bagian dari penelitian hibah pendanaan Dosen Pemula dari Kemendikbudristek dengan tema Analisis Pengaruh Pendekatan Berbasis Nilai Religius dalam Edukasi. Acara ini diawali dengan pengisian pre test, penyampaian materi, dan post test kepada para peserta yang didominasi oleh ketua Komunitas Basis Gerejani (KBG), aparat desa, dan Ketua RT. (Penulis : Christian Romario)